Aku masih
enggan berpaling memandangi secarik goresan tintaku di atas kertas. Perlahan
kuperhatikan kata demi kata serta sudah berapa bariskah yang sudah kutuliskan.
Kuhela nafas sejenak ketika menyadari daftar impian yang sengaja kutuliskan
tadi hampir memenuhi tiap baris dalam
kertas. Namun hatiku mendadak bertanya, sudah berapa banyakkah yang kini
terealisasikan? Aku terdiam sambil memandangi sekali lagi, nyatanya semua masih
jauh dari harapan, bahkan yang bagi orang lain itu begitu mudah, sama sekali tak
bisa kudapatkan. Oh begitu
rumitnya sebuah perbedaan itu? Ketika setiap hari aku mencoba menyisikan
sebagian uang dan menggunakannya dengan penuh perhitungan agar tak salah mana kebutuhan
yang paling penting dengan yang tidak, sebagian dari mereka justru
dihambur-hamburkan begitu saja bahkan masih ada yang belum merasa cukup. Dan
ketika aku dengan mati-matian belajar siang malam mempertahankan prestasi dan
juara demi mendapatkan bea siswa untuk melanjutkan sekolah, mereka yang tidak
memiliki prestasi cukup baik justru bisa memilih sekolah manapun yang mereka
mau karena ketersediaan biaya yang dimilikinya. Oh Ya Tuhan, bukan
maksutku menyalahkan takdir-Mu, hanya saja begitu terjalnya perjalanan yang
harus kulalui untuk menggapai mimpi-mimpi itu, sementara aku hanyalah manusia
biasa yang begitu rentan dengan perasaan cemas, mengeluh atau putus asa.
. *****
Suasana
pagi ini sungguh terasa hangat, langit begitu membiru dengan biasan cahaya
matahari yang cukup menyejukkan bumi. Beberapa burungpun tampak semangat
mengalunkan tiap kicauan indahnya. Dengan penuh semangat pula, aku memacu
sepeda kayuhku menuju sekolah. Tak butuh waktu lama untuk tiba, karena memang
letak sekolahku tak terlalu jauh dari rumah. Sesampainya di kelas, aku langsung
bergabung dengan teman-taman yang sepertinya tengah membincangkan sesuatu
semacam bergosib.
“Oh ya siswa baru pindahan dari
sekolah lain itu katanya di keluarkan dari sekolah lamanya
gara-gara sering bolos dan berbuat onar lho.” Dengan semangatnya temanku Rani
memberi tahu gosib terbaru hari ini.
“Iya, padahal aku dengar dia itu
anak dari orang kaya, orang tuanya juga ramah.” Tambah Susan tak kalah
semangatnya.
Sementara aku masih terdiam
karena memang tak tau apa-apa tentang gosib-gosib seperti itu.
“Eh.. eh.. asal kau tahu juga ya,
teman kita Fani hari ini gak masuk itu gara-gara ia masih bersedih karena orang
tuanya mau bercerai.” Aku terkejut mendengar perkataan heboh Vira yang
tiba-tiba menyela. Kasian sekali Fani, batinku merasa iba.
“Benar, pasti dia kecewa banget
dengan itu.” Sahut Rani dengan nada kawatir.
“Ternyata orang-orang yang
terlihat berkehidupan mewah itu tak selamanya selalu bahagia ya. Tak jarang
mereka dihadapkan dengan masalah besar dan rumit. Contoh lain juga masih
banyak. Misalnya saja para koruptor, mereka cerdas punya pangkat tapi
bahagianya hanya sesaat. Sementara orang-orang kaya yang bekerja keras hingga
mengabaikan kesehataannya, akhirnyapun terserang berbagai penyakit berat. Terus
uangnya jadi habis deh buat berobat.”
“Wah bener tuh San, aku suka
sekali kata-katamu. Sebenarnya jadi orang pas-pasan itu memang susah, tapi kita
harus tetap bersyukur karena masih diberi kesehatan, keluarga yang utuh dan
fikiran sehat untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk.”
Aku masih enggan mengeluarkan
sepatah kata apapun, setelah mendengar percakapan Susan dan Vira. Mereka benar,
kenapa pikiranku tak pernah sampai disitu ya? Aku justru sering memandang bahwa
hidupku jauh dari kata bahagia, sering mengeluh dan menganggap perbedaan itu
seperti tak pernah adil. Nyatanya aku salah. Aku masih mempunyai banyak hal
yang tidak dimiliki orang-orang yang lebih dulu dimudahkan. Kesehatan, kasih
sayang orang tua, prestasi yang baik serta kemampuan yang cukup lebih. Bukankah
itu suatu hal yang nilainya lebih berarti dari apapun juga? Mungkin bisa
dikatakan suatu keajaiban dalam hidupku yang tak akan bisa ditemukan dimanapun
juga, dan tak akan bisa dibeli atau ditukar dengan berapapun jumlah uang yang
diberikan. Ya Tuhan, ketika aku menganggap diriku tak
pernah beruntung, aku lupa bahwa Engkau benar-benar begitu adil dalam membagi
besarnya nikmat pada setiap hambaMu. Dan
ketika aku selalu ingin menjadi kaya, aku sungguh lupa bahwa hidupku adalah
kekayaan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar