The Story of ‘Merantau’
By: girl come from another the star
Senyap
sepi memandang malam, hanya rintihan suara binatang yang memekik hingga pada
gendang. Berteman hati dengan segenap gundahnya ini petang, entah karena
lampunya yang padam atau karena terlarut pada kisah yang di bawakan.
Kami
memandang pada remang nyala lilin yang
kian meredup tertiup angin, sementara hati jauh merantau pada titik-titik kelam
yang pernah menaungi keseharian. Suara serak parau dengan sedikit genangan air
mata yang terlintas ketika tiap-tiap kata itu mengisyaratkan kepedihan.
“Duh
Tuhan.. entah dengan cara apa aku dapat sampai pada hari ini, ketika hanya
bercerita saja pahitnya enggan membuatku melanjutkannya.” Keluhnya mengiba di
sela ingatan akan setiap kesulitan dan pedihnya suatu kenangan. Rasanya hatiku ikut
bergetar membayangkan ketika Tuhan sampai menggati peran, menuliskan jalan
serupa yang bahkan aku menduga tak mampu melampauinya.
“Sepatak
kamar dengan sebuah tikar aku memendang kehidupan, jika petang mulai membayang
hanya sebuah kipas angin tua dengan bunyi khasnya yang menemaniku sepanjang
kelam.” Lanjutnya degan pandangan nanar menatap lekat tiap tetesan embun yang larut
pada jendela rumah. Ada sedikit jeda dalam tiap nadanya, nafas yang memburu
membuatnya menghela sambil mengusap kelopak matanya yang mulai membasah.
“Jika
salah seorang temanku berkunjung, kami biasa mendengarkan musik, itupun hanya
sebuah lagu yang sama yang di putar berulangkali. Bukan karena kami tidk bosan
atau karena sangat mengidolakannya, akan tetapi memori telepon hanya cukup untuk
satu lagu.” Lidahku kelu mendengar tiap tutur katanya, entah apa yang bisa ku
katakan sebagai tanggapan.
“Ketika
makan, aku terbiasa menggunakan lauk ikan asin yang sampai berhari-hari demi
menghemat biaya bulanan. Sungguh miris bukan..? Tapi nyatanya Tuhan selalu
memberi kesempatan bagi mereka yang mau berjuang. Kita tak akan tahu bagaimana
cara bersyukur ketika belum dihadapkan dengan namanya kekurangan.” Aku terdiam
meresapi tiap pengalaman hidupnya di tanah perantauan, dari caranya bersabar
dan tetap tekun ditengah kesulitan dan yang pada akhirnya Tuhan menjawab semua
do’anya.
“Lalu bagaimana kamu bisa sampai pada sekarang
ini, yang mana bisa dikatakan sebuah masa keberhasilan?” Kulihat ada binar
senyum dalam raut wajahnya, seperti sebuah kisah akhir yang bahagia dalam
sebuah drama. Nyatanya Tuhan juga menuliskan skenario seseorang dengan pilihan
akhir yang menyedihkan atau membahagiakan tentu sesuai kemampuan seseorang
dalam berimprovisasi.
“Asal
kamu tahu pada akhirnya semua perjuangan itu menghasilkan penghargaan. Meski
dalam kesulitan aku tak pernah berhenti berusaha, kuliah terus berjalan sampai
akhir tentu dengan jatuh bangun aku memperjuangkannya. Hingga pada akhirnya Tuhan
memberiku jalan melalui usaha kecil yaitu katring makanan yang perlahan dapat
ku kembangkan menjadi sebuah bisnis yang mempunyai keuntungan cukup. Begitulah
Dik.. Tuhan akan selalu memberikan ujian kepada seseorang sampai dia layak di
jadikannya orang yang berhasil, karena kita tak mungkin tahu apa itu bahagia
tanpa adanya kepedihan dan apa itu keberhasilan tanpa adanya perjuangan.” Aku
sungguh kagum dengan kehidupannya, nyatanya masih banyak orang-orang yang jauh
lebih sulit persoalan hidupnya dari apa yang kuhadapi saat ini. Berhenti
mengeluh dan melanjutkan apa yang harus di kerjakan mungkin adalah langkah awal
untuk sebuah keberhasilan.
Rasanya
malam semakin pekat, walau berisik nyanyian binatang malam masih memekik dan
bulan bintang masih setia menghiasi
gulitanya sang petang, waktu tak pernah mau menunggu sebenar saja untuk
menjadikannya lama. Ya, kami harus segera istirahat mengingat segudang
aktifitas sudah berjajar rapi pada barisan jadwal esok hari. Sebenarnya masih ada
banyak hal yang ingin kutanyakan dan yang ingin kuceritakan padanya, tapi
kurasa akan selalu ada kesempatan lagi untuk sebuah hal kebaikan. See you...